Selasa, 24 April 2018

makalah barang yang haram diperjual belikan

assamua'laikum chingu..

hari ini aku mau bagi-bagi ilmu  buat chingu-deul itung-itung buat tabungan dialam kubur ntar wkwkwk. langsung aja ini makalah mata kuliah aku hadist ahkam muamalah


KATA PENGANTAR


Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul HADIST TENTANG BARANG-BARANG YANG HARAM DIPERJUAL BELIKAN.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dengan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, Oleh karena itu kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun segi susunan Bahasa. Oleh karena itu kami menerima dengan lapang dada segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang berjudul HADIST TENTANG BARANG-BARANG YANG HARAM DIPERJUAL BELIKAN dapat memberikan pengetahuan dan manfaat bagi kepada seluruh pembaca sekalian.




Banda Aceh, 12 April 2018

penyusun

DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN


1.1.Latar belakang


Berbisnis atau berdagang merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran islam. Bahkan rasulullah SAW sendiri pun telah  menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu berdagang  (al-hadits). Artinya, melalui jalan perdagangan  inilah pintu – pintu rezeki akan dibuka sehingga karunia Allah terpancar daripadanya.
Jual beli merupakan sesuatu yang diperbolehkan, dengan catatan selama dilakukan dengan benar sesuai dengan tuntunan ajaran islam, jual beli adalah kegiatan tukar menukar barang dengan cara tertentu yang setiap hari pasti dilakukan namun, kadangkala kita tidak mengetahui apakah barang yang diperjual-belikan itu boleh atau halal untuk dijual.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, sengaja kami membahas mengenai hal apa saja yang tidak boleh diperjual-belikan, tujuannya ialah untuk mempermudah praktek bermuamalah kita dalam kehidupan sehari-hari dan supaya kita terjauhi dari perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam Agama dan terlepas dari api neraka.

1.2. Rumusan masalah


1.      Apa yang dimaksud dengan jual-beli yang haram ?
2.      Sebutkan beserta hadistnya tentang barang-barang yang dilarang diperjual belikan?

BAB II

PEMBAHASAN


2.1. Pengertian


 Larangan syara’ dalam perdagangan pada garis besarnya dibagi atas tiga komponen: pertama, meliputi barang atau zat yang terlarang diperjual belikan, misalnya: babi, minuman keras, berhala (patung yang disembah), anjing, alat-alat ma’shiat dan barang-barang yang samar.
Kedua, meliputi segala usaha atau obyek dagang yang terlarang seperti: usaha pelacuran, pertenungan, perjudian, pengangkutan barang-barang haram dan lain sebagainya.
Ketiga, meliputi cara-cara dagang atau jual beli yang terlarang, misalnya: persaingan dengan sesama Muslim, banyak sumpah, penghadangan kafilah, penimbunan barang dan sebagainya.[1]

2.2. Barang-barang yang haram diperjual-belikan beserta hadistnya

1.    Barang yang haram dimakan
Barang-barang yang telah tegas dan jelas haramnya dalam al-Qur’an hanya empat, yaitu: bangkai, darah, babi dan apa-apa yang disembelih bukan karena Allah. Hal ini berdasarkan pada Firman Allah SWT pada surat An-Nahl ayat 115:

Dalil al-Qur’an yang serupa dijumpai dalam surah al-Baqarah: 173, Surat al-Maidah:4 dan Surah al-An’am: 145.
Keharaman memperdagangkan barang-barang tersebut berdasarkan sabda Rasulullah saw.: Dan sesungguhnya Allah, apabila mengharamkan makan sesuatu kepada satu kaum, maka mengharamkan pula harganya. (H.S.R. Ahmad)
Dalam Hadits-hadits lainnya dikemukakan:
Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan jual-beli arak, bangkai, babi dan patung-patung. (Muttafaq ‘alaih)
Dengan dalil-dalil tersebut, jelaslah haramnya memperjual belikan barang-barang yang haram dimakan. Yang menjadi persoalan di kalangan fuqaha ialah hukum penjualan barang yang haram di makan tetapi dapat dipergunakan untuk keperluan lain, seperti lemak, dan kulit bangkai yang disamak. Dalam hubungan ini ada diriwayatkan bahwa ada seorang bertanya kepada Nabi saw.:
Bagaimana lemak bangkai, karena digunakan orang untuk melabur perahu-perahu, meminyaki kullit-kulit dan untuk lampu-lampu penerangan?
Maka Nabi saw. menjawab:
Tidak boleh, dia itu haram. Allah mengutuk orang-orang Yahudi karena sesungguhnya Allah telah mengharamkan lemak (bangkai) itu kepada mereka, tetapi mereka mengolahnya dan menjual belikannya lalu memakan hasil penjualannya. (Muttafaq ‘alaih)
Dengan dalil tersebut maka segolongan ulama berpendapat bahwa lemak bangkai itu tidak boleh dihunakan untuk keperluan apapun dan tidak boleh diperjual belikan. Tetapi menurut madzhab Syafi’i, apabila penggunaannya bukan untuk dimakan  dan dipakai berminyak oleh manusia, seperti untuk memberi makan binatang maka adalah “boleh”.
Qadli Iyad meriwayatkan bahwa Imam Malik dan kebanyakan murid-murid Abu Hanifah dan al-Laits membolehkan memanfaatkan lemak bangkai, selain dimakan. Adapun alasan pihak yang membolehkan pemanfaatan lemak bangkai ialah Hadits riwayat at-Thahawi, di mana Rasulullah saw. pernah ditanya tentang bangkai tikus yang jatuh pada minyak samin, lalu beliau menjawab:
Jika minyaknya itu beku, maka buanglah bangkainya itu dan samin di sekelilingnya. Tetapi jika ia cair maka boleh kalian jadikan lampu penerangan atau kalian gunakan untuk kepentingan lain. (al-Hadits)
Menurut at-Thahawi, Hadits ini shahih. Juga diriwayatkan melalui beberapa sahabat seperti Ali, Ibnu Umar, Abu Musa dan beberapa tabi’in seperti Qasim bin Muhammad dan Salim bin Abdillah. Dalam hubungan ini, Madzhab Hadawiyah dan Imam Ahmad Hambal berpendapat bahwa barang najis yang dapat disucikan, boleh diperjual belikan, tetapi kalau tidak dapat disucikan haram diperjual belikan.
Ulama Hanafiyah dan Dhahiriyah menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang bermanfaat, yang dihalalkan agama, dapat diperjual belikan. Selain daripada itu, juga dipersoalkan kulit bangkai. Ada yang berpendapat tidak dapat disucikan dan sebagian menyatakan boleh dipakai dengan disamak lebih dahulu.
Pendapat yang kuat ialah yang menyatakan kebolehan memanfaatkan kulit bangkai dengan jalan disamak, karena disandarkan kepada Hadits:
Rasulullah saw. berlalu di hadapan beberapa orang yang sedang menarik bangkai kambing. Rasul bersabda: “Mengapakah kalian tidak mengambil kulitnya?” Jawab mereka “Ini bangkai kambing”. Mendengar itu, Nabi berkata “Kulit bangkai itu dapat disucikan dengan air dan daun kerteu. (H.R. Malik, Nasai dan Abu Dawud)
Ibnu Abbas berkata: Bersabda Nabi saw.:
Hanyasanya yang diharamkan (dari bangkai) ialah memakannya. (H.R. Jama’ah kecuali Ibnu Majah)
Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, berkata: “Kulit bangkai, sembarang bangkai, walaupun kulit bangkai anjing dan babi, binatang buas atau lainnya suci dengan disamak, cuma tak boleh dimakan. Bulu bangkai, rambutnya, haram sebelum disamak dan halal sesudahnya. Tulangnya, tanduknya, dibolehkan dipakai cuma tak boleh dimakan”. Malik, as-Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa tulang bangkai itu najis.
Sementara itu ats-Tsaury, Abu Hanifah dan Ibnu Hazm berpendapat bahwa tulang bangkai itu boleh dipergunakan selain dimakan. Inilah kirinya pendapat yang lebih kuat karena ada Hadits:
Bahwasanya Rasulullah saw. membeli untuk Fatimah sebuah kalung dari gigi binatang dan dua gelang dari gading. (H.R. Abu Dawud)
Dari ulasan tersebut dapatlah disimpulkan bahwa bagian-bagian dari bangkai yang dapat dibersihkan seperti kulit, kuku, tulang, rambut dan gadingnya dapat dimanfaatkan untuk keperluan selain dari memakannya. Apabila halal dimanfaatkan, maka halal pula diperjual belikan, selama maksud penjualannya tetap pada jalan yang halal. Dan apabila maksud penjualannya untuk dimakan, menjadilah haram. Dengan demikian larangan Nabi menjual bangkai dapat ditafsirkan, bahwa yang dimaksudkan larangan menjual ialah untuk keperluan dimakan, ditegaskan oleh pernyataan beliau sendiri: “Hanya saja yang diharamkan (dari bangkai) ialah memakannya”.

2.    Minuman keras (Khamar)
Segala minuman yang memabukkan (khamar) adalah haram diperdagangkan, sebagaimana dinyatakan dalam Hadits:
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ketika turun ayat-ayat akhir surat Al Baqarah (tentang haramnya khomr), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar lantas bersabda,
حُرِّمَتِ التِّجَارَةُ فِى الْخَمْرِ
Perdagangan khomr telah diharamkan” (HR. Bukhari no. 2226).

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki menghadiahkan satu mangkok minuman keras kepada Nabi saw. Maka sabda Nabi: “Tidakkah engkau ketahui bahwa Allah mengharamkannya?” Jawabnya: “Tidak”. Kemudian dibisiki oleh seorang laki-laki. Maka kata Nabi kepada laki-laki itu: “Apakah yang engkau bisikkan kepadanya?” Jawabnya: “Saya suruh dia jual (arak ini)”. Kata Nabi saw.:
Sesungguhnya (Allah) yang mengharamkan meminumnya telah mengharamkan (pula) menjualnya. (H.S.R. Muslim)
            Dalil itu menunjukkan bahwa segala macam minuman keras (khamar) apapun mereknya haram diperdagangkan.
            Dewasa ini banyak diperdagangkan khamar dengan menggunakan berbagai macam nama atau merek dagang yang tidak dengan jelas diterangkan khamarnya, misalnya bir dan lain-lain, padahal hakikatnya tidak lain kecuali khamar. Sebenarnya jauh sebelumnya Rasulullah saw. bersabda:
Segolongan umatku akan meminum khamar, mereka berikan nama dengan nama yang bukan khamar. (Zadul Ma’ad IV). Minuman keras itu sebenarnya jelas dengan esensi alkohol yang sifatnya memabukkan, sebagaimana dirumuskan oleh faqaha:Sesungguhnya khamar itu menutupi akal.
            Dalam berbagai nash yang terang menunjukkan bahwa khamar itu haram, banyak atau sedikit. Selain keharaman memperjual belikan khamar, maka segala bahan atau biang yang diketahui akan dibuat khamar oleh pembelinya, maka itu juga dilarang menjualnya. Misalnya nira, ragi, sari buah dan bahan-bahan lainnya yang jelas-jelas oleh pihak pembeli akan dibuat khamar, maka ketika itu haramlah menjualnya. Menjualnya berarti ikut membantu produksi khamar, yang berarti membantu dalam melakukan dosa dan kemaksiatan yang tegas-tegas dilarang dalam al-Qur’an: pada surat Al-maidah ayat 2:


Dalam Hadits, dinyatakan oleh Anas r.a:
Rasulullah saw mela’nat di tentang khamar sepuluh (macam): pemerasnya, yang menyuruh memeras, peminumnya, pembawanya, penampungnya, pelayan yang menghidangkannya, penjualnya, yang memakan hargnya, pembelinya dan yang menyuruh dibelikannya. (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Diriwayatkan bahwa Abdillah bin Buraidah berkata: “Telah bersabda Nabi saw.:
Barang siapa yang membiarkan anggurnya pada petikan untuk dia jual kepada orang yang menjadikannya arak, maka sesungguhnya dia menempuh api neraka dengan sengaja. (H.R. Thabrani di kitab Ausath dengan isnad yang baik)
            Keharaman menjual sari buah kepada orang yang akan menjadikannya khamar tidak diperselisihkan lagi oleh para fuqaha.


3.      Darah
Dari Abu Juhaifah, beliau berkata,
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ ثَمَنِ الدَّمِ ، وَثَمَنِ الْكَلْبِ ، وَكَسْبِ الأَمَةِ ، وَلَعَنَ الْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ ، وَآكِلَ الرِّبَا ، وَمُوكِلَهُ ، وَلَعَنَ الْمُصَوِّرَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing dan upah dari budak wanita (yang berzina). Beliau juga melaknat orang yang mentato dan yang meminta ditato, memakan riba (rentenir) dan yang menyerahkannya (nasabah), begitu pula tukang gambar (makhluk yang memiliki ruh)” (HR. Bukhari no. 2238). Yang termasuk di sini adalah darah yang haram dimakan disebutdideh(dikumpulkan dari hasil penyembelihan hewan lalu diolah) atau darah untuk transfusi (donor darah).[2]

4.    Anjing
Dari Abu Mas’ud Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan anjing, penghasilan pelacur dan upah perdukunan” (HR. Bukhari no. 2237 dan Muslim no. 1567).
Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah dikecualikan anjing yang dimanfaatkan untuk buruan. Dari Jabir, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ السِّنَّوْرِ وَالْكَلْبِ إِلَّا كَلْبَ صَيْدٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang upah penjualan kucing dan anjing kecuali anjing buruan(HR. An Nasai no. 4668. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

5.    Kucing
Dari Jabir, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari hasil penjualan anjing dan kucing” (HR. Abu Daud no. 3479 dan An Nasai no. 4668. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

6.    Buah-buahan yang belum dapat dimakan
Salah satu di antara barang-barang yang terlarang diperjual belikan ialah buah-buahan atau biji-bijian yang masih hijau belum nyata baiknya dan belum dapat dimakan (Mukhadlarah). Hal ini dikemukakan oleh Anas r.a. dalam Hadits yang diriwayatkannya:
Rasulullah saw. melarang muhaqalah, mukhadlarah (ijonan), mulamasah, munabazah, dan muzabanah”. (HR. Bukhari)
Buah-buahan yang boleh dijual ialah yang nyata baiknya. Untuk mengetahui apakah buah-buahan itu sudah matang dan nyata baiknya, dikembalikan kepada tabiat masing-masing buah, karena ada yang matangnya itu ditunjukkan oleh gejala warna, seperti hitam, kuning, merah dan lain-lain. Demikian juga biji-bijian ditandai dengan kerasnya biji itu. Dalam hubungan ini ada petunjuk dan hadits Nabi saw:
Dan apabila beliau ditanya tentang ma’na “nyata baiknya”, beliau berkata: “Hingga hilang bahayanya”. (Muttafaq ‘alaih)
Hadits tersebut menerangkan bahwa buah yang betul-betul baik ialah yang sudah terlepas dari penyakit yang kadang-kadang menimpa buah-buahan yang masih muda.
Anas bin Malik memberitakan:
Nabi saw. melarang menjual buah-buahan, hingga sempurna (masak). Ada orang bertanya: “Apa tanda sempurnanya?” jawab beliau: “Jadi merah, jadi kuning”. (Muttafaq ‘alaih)
Buah-buahan yang tabiatnya merah bila masak, maka itulah yang menjadi patokan baiknya, demikian juga yang tabiatnya kuning bila matang, maka itu pulalah yang jadi patokan baiknya.
Tentang anggur dan biji-bijian (palawija), Anas bin Malik juga memberitakan:
Nabi saw. melarang menjual anggur, hingga hitam dan melarang menjual biji-bijian hingga keras. (Riwayat Imam Hadits yang lima kecuali Nasa’i)
Pendapat fuqaha
Fuqaha mujtahidin mengemukakan berbagai pendapat yang berkaitan dengan larangan penjualan buah-buahan yang belum nyata baiknya. Para fuqaha telah sepakat, bahwa menjual buah-buahan yang belum keluar dari tangkainya tidak boleh, karena hal itu berarti menjual yang belum ada. Demikian juga, mereka sepakat tentang tidak bolehnya menjual buah-buahan yang sudah keluar dari tangkainya tetapi belum mendatangkan manfaat apa-apa, kecuali Imam Hanafi, ia membolehkan menjual buah-buahan baik yang belum matang maupun yang sudah matang, dengan syarat harus dipotong (dipetik).
Ulama Hanafiah tidak membolehkan penjualan buah-buahan dengan tetap dipohon. Alasan mereka ialah: karena penjualan itu sendiri harus diserahkan, yang kalau tidak akan mengakibatkan kerugian.
Pandangan yang berbeda-beda dari fuqaha dengan titik berat dipetik atau tetap dipohon, matang atau belum matang, kiranya sama-sama berpangkal pada prinsip menjauhi kesamaran dengan segala akibat buruknya, namun analisa hukumnya berbeda.
Adapun yang menjadi latar belakang timbulnya larangan tersebut, ialah: orang-orang pada masa Rasulullah saw. belum memperjual belikan buah-buahan sebelum Nampak baiknya. Apabila telah tiba waktu panen, dan ternyata keadaan buah-buahan itu tidak seperti yang diharapkannya, maka pembeli berkata: “Lama menunggu panen telah menimpa buah-buahan, sehingga menimbulkan kotoran dan penyakit”. Mereka beralasan demikian dengan maksud membatalkan aqad. Setelah banyak pertengkaran yang ditimbulkannya, maka beliau bersabda: “Janganlah kalian menjual kurma, sehingga Nampak baiknya”.

Apabila kita perhatikan latar belakang larangan tersebut, maka hikmahnya:
a.       Mencegah timbulnya pertengkaran (mukhashamah) akibat kesamaran.
b.      Melindungi pihak pembeli, jangan sampai menderita kerugian akibat pembelian buah-buahan yang rusak sebelum matang.
c.       Memelihara pihak penjual jangan sampai memakan harta orang lain dengan cara yang bathil.
d.      Menghindarkan penyesalan dan kekecewaan pihak penjual jika ternyata buah muda yang dijualnya dengan harga murah itu, memberikan keuntungan besar kepada pembeli setelah buah itu matang dengan sempurna.

Banyak buah-buahan yang masih muda dan masih hijau tetapi sudah dapat dimakan dan dimanfaatkan. Misalnya jagung, mangga, papaya dan sebagainya yang biasanya dipetik setelah matang, tetapi bisa juga dipetik di waktu muda untuk dinikmati dengan cara-cara tertentu. Buah muda seperti itu tidaklah termasuk dalam kriteria yang terlarang untuk dijual, asalkan penjualan diwaktu mudanya itu dimaksudkan dengan jelas untuk dimakan selagi muda, tidak mengandung kesamaran.
Yang menjadi prinsip ialah terlarang menjual buah yang belum nyata baiknya. Adapun yang menjadi gejala dan ukuran nyata baiknya dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Sudah berobah warnanya menurut tabiat masing-masing buah, misalnya warna kuning, merah, hitam dan sebagainya.
b.      Sudah menjadi keras bagi palawija.
c.       Sudah melewati masa penyakit atau bahaya yang sering menimpa buah-buahan.
d.      Sudah dapat dimakan atau dimanfaatkan.
Sebaliknya buah yang tidak boleh diperjual belikan karena belum nyata baiknya ialah apabila:
a.       Belum berobah warna, yang menurut tabiatnya akan berobah warna bila matang.
b.      Belum keras, khususnya biji-bijian.
c.       Belum melewati masa kritis yang sering menimpa buah-buahan.
d.      Belum dapat dimakan atau dimanfaatkan
Wallahu a’lam

7.    Air
Air sebagai kebutuhan pokok manusia, dipersoalkan dalam Fiqih Islam, karena benda vital tersebut manusia bersekutu (berserikat). Sabda Rasulullah saw.:
Manusia bersekutu pada tiga (macam) benda, yaitu: rumput, air dan api. (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)
Dengan dasar itu, maka ketiga macam barang tersebut dapat digunakan oleh siapa saja yang terdahulu di suatu tempat yang masih bebas. Air yang dimaksudkan dalam pembahasan ini ialah air kelebihan dari yang dibutuhkan, bersandar kepada Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah r.a.:

Rasulullah saw. melarang jual beli air yang lebih (daripada keperluan). (H.R. Muslim)

Melihat pada dhahirnya nash, maka segala macam air (kelebihan), tidak boleh diperjual belikan baik di tempat yang bebas maupun di tempat yang telah dimiliki.
Menurut segolongan fuqaha, pemilik air wajib memberikan dengan Cuma-Cuma kelebihan airnya kepada yang memerlukan, baik untuk diminum, bersuci atau mengairi sawah, baik air yang berada di tempat yang bebas maupun di tempat yang ada pemiliknya. Firman Allah:
Tiada berdosa atas kalian, jika kalian masuk ke dalam rumah yang tiada ditinggali orang, yang di dalamnya kalian ada keperluan. (Q.S. an-Nur: 29)

Segolongan fuqaha berpendapat bahwa kelebihan air yang dilarang penjualannya, ialah air sungai, air tasik, air danau, air dari mata air dan air hujan, selama air tersebut masih tetap di tempatnya semula, karena air tersebut adalah milik umum, bukan milik pribadi.
Adapun air yang diperbolehkan dengan jalan penggalian, pengeboran dan macam-macam usaha dengan menggunakan tenaga dan biaya, maka air tersebut menjadi air milik dan boleh dijual. Rasulullah saw. bersabda:

Barangsiapa membeli sumur “Rumah” untuk melapangkan keperluan Kaum Muslimin, maka baginya sorga.

8. Gambar yang memiliki ruh (manusia dan hewan)

Dari Sa’id bin Abil Hasan, ia berkata,
كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا عَبَّاسٍ إِنِّى إِنْسَانٌ ، إِنَّمَا مَعِيشَتِى مِنْ صَنْعَةِ يَدِى ، وَإِنِّى أَصْنَعُ هَذِهِ التَّصَاوِيرَ . فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لاَ أُحَدِّثُكَ إِلاَّ مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ سَمِعْتُهُ يَقُولُ « مَنْ صَوَّرَ صُورَةً فَإِنَّ اللَّهَ مُعَذِّبُهُ ، حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا » . فَرَبَا الرَّجُلُ رَبْوَةً شَدِيدَةً وَاصْفَرَّ وَجْهُهُ . فَقَالَ وَيْحَكَ إِنْ أَبَيْتَ إِلاَّ أَنْ تَصْنَعَ ، فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ ، كُلِّ شَىْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ

Aku dahulu pernah berada di sisi Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-. Ketika itu ada seseorang yang mendatangi beliau lantas ia berkata, “Wahai Abu ‘Abbas, aku adalah manusia. Penghasilanku berasal dari hasil karya tanganku. Aku biasa membuat gambar seperti ini.” Ibnu ‘Abbas kemudian berkata, “Tidaklah yang kusampaikan berikut ini selain dari yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pernah mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang membuat gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Padahal ia tidak bisa meniupkan ruh tersebut selamanya.” Wajah si pelukis tadi ternyata berubah menjadi kuning. Kata Ibnu ‘Abbas, “Jika engkau masih tetap ingin melukis, maka gambarlah pohon atau segala sesuatu yang tidak memiliki ruh” (HR. Bukhari no. 2225).
9. Segala benda yang haram dan yang dimanfaatkan untuk tujuan haram
Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
Sesungguhnya jika Allah Ta’ala mengharamkan sesuatu, maka Allah mengharamkan upah (hasil jual belinya)(HR. Ad Daruquthni 3: 7 dan Ibnu Hibban 11: 312. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Dalam lafazh musnad Imam Ahmad disebutkan,
وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَيْءٍ ، حَرَّمَ ثَمَنَهُ
Sesungguhnya jika Allah ‘azza wa jalla mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia pun melarang upah (hasil penjualannya) (HR. Ahmad 1: 293. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Oleh karenanya segala makanan atau minuman yang diharamkan, maka diharamkan pula jual belinya semisal jual beli hewan buas yang bertaring, darah, anjing, burung yang bercakar, hewan jalalah (yang mengkonsumsi najis), tikus, ular, semut dan katak.
Contoh yang dimanfaatkan untuk tujuan haram adalah alat musik dengan berbagai macam jenisnya, bahkan terdapat hadits khusus yang menyebutkan penjualannya yang haram. Dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari telah menceritakan bahwa dia tidak berdusta, lalu dia menyampaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ ، يَأْتِيهِمْ – يَعْنِى الْفَقِيرَ – لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا . فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik. Dan beberapa kelompok orang akan singgah di lereng gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang fakir mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat” (HR. Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad- dengan lafazh jazm/ tegas).
Yang termasuk dalam hal ini lagi adalah jual beli rokok, dadu, kartu judi, buku yang berisi kekufuran, kebid’ahan, pemikiran sesat atau berisi akhlak yang rusak seperti buku porno, buku yang berisi gambar perempuan yang membuka aurat, baju yang terdapat gambar makhluk yang memiliki ruh –seperti pada baju anak atau kaos bola yang terdapat gambar pemain bola-, baju yang terdapat gambar wanita, pakaian wanita yang ketat dan seksi, dan baju yang memiliki salib.
Semoga Allah memudahkan para pedagang dan setiap yang terjun dalam bisnis untuk memperhatikan yang haram untuk dijauhi dan mencukupkan diri dengan yang halal.

10. Menjual Janin
Di riwayatkan oleh abdillah bin umar Radhiallahu ‘anhuma, dia telah berkata : “Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melarang jual– beli Habalul – Habalah.” Hadist dia atas menerangkan bahwa jual – beli habalul – habalah hukumnya haram. habalul – habalah adalah menjual janin dalam kandungan .

BAB III

PENUTUP


3.1. Kesimpulan


Berdagang atau berbisnis merupakan aktivitas yang dianjurkan didalam islam, bahkan nabi pada awalnya juga seorang pedagang. Pada makalah ini kami membahas Barang-barang yang haram untuk diperjual-belikan diantara lain : janin,darah,kucing,anjing,air,gambar yang bernyawa,benda yang haram untuk dimakan, Segala benda yang haram dan yang dimanfaatkan untuk tujuan haram dan buah-buahan yang belum masak/matang.

DAFTAR PUSTAKA


Hadis -  Hadis Muttafaq’alaih, KH. Ahmad Mudjab Mahallil, H.Ahmad Rodli Hasbullah.
Al Mulakhosh Al Fiqhiy, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al Fauzan, terbitan Darul Ifta’, cetakan kedua, 1430 H.
Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil ‘Aziz, Syaikh Dr. ‘Abdul ‘Azhim Badawi, terbitan Dar Ibnu Rajab, cetakan ketiga, 1421 H.
Syarh ‘Umdatul Fiqh, Syaikh Prof. Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin, terbitan Maktabah Ar Rusyd, cetakan keenam, 1431 H.
https://www.islampos.com/ketahuilah-barang-barang-ini-haram-diperjualbelikan-43413/(diakses pada tanggal 11/4/2018)


jangan lupa tinggalkan jejak anda





[1] https://meikaf.wordpress.com/2014/01/16/barang-barang-terlarang-yang-diperdagangkan
[2] https://www.islampos.com/ketahuilah-barang-barang-ini-haram-diperjualbelikan-43413/